tobapos.co – Kacabdis Pendidikan Provinsi Sumatera Utara di Kabupaten Karo, Sahri Ginting terkait permintaan uang dikirim melalui rekening yang dilakukan pihak SMAN 2 Kabanjahe sebesar Rp 1 juta kepada setiap para orangtua/wali murid yang anaknya baru terdaftar Tahun Pelajaran 2020/2021 di sekolah tersebut, selain yang masuk jalur afirmasi pada Juli lalu, belum berani memberikan tanggapan apakah itu resmi atau tidak, sebab dirinya mengaku belum mengetahui.
“Apa yang mau ku bilang, aku belum tau soal itu. Gak mungkin gak resmi mereka berani, yang dibilang minta – minta itu mana mungkin mereka berani, sekarang ini sistimnya bersih . Pasti ada apanya,” kata Sahri melalui seluler. Senin (3/8/2020).
Sempat dijelaskan tobapos.co duduk persoalannya lalu ditanya kembali, apakah permintaan uang itu sudah sesuai aturan? Sahri lagi mengatakan, “Bukan sudah sesuai, tapi menurutnya (SMAN 2) sudah sesuai sebab dan aturan yang dijalankannya. Tapi aku belum tau ini.” katanya, tetap bertahan belum tahu akan persoalan itu.
Lagi diterangkan Sahri ketika ditanya soal minta-minta uang itu, “Mungkin ada aturannya orang itu boleh memungut, PP Nomor 48 Tahun 2008 ada program. Programnya belum ada sama ku pak, jadi aku belum berani ngasih tanggapan.” pungkasnya.
Ditanya termasuk pungli atau tidak?, Sahri menjawab, “Saya tidak berani bilang pungli atau tidak, tapi pungli itu tidak boleh, titik.” tutupnya.
Sebelum itu, tim tobapos.co sempat kembali mendatangi Dinas Pendidikan Provsu guna melakukan konfirmasi, namun tetap belum berhasil. Sebab ajudan Sekretaris Dinas Pendidikan Sumut mengatakan Alpian Hutauruk sedang rapat.
Terkait persoalan ini kepada Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi juga sudah disampaikan melalui link berita ke whatsappnya.
Sebelumnya Diberitakan
Kepala Sekolah SMAN2 terkait ini mengatakan, “Permendikbud no 51 tahun 2018 dalam rangka PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru). Sumbangan Pendidikan ini hasil rapat dengan Komite (sekolah), kemudian kita sampaikan melalui rapat zoom (daring) kepada seluruh orangtua siswa kelas X,” kata Bastaria.

Padahal diketahui, uang yang dipungut itu ditarik dari orangtua siswa/wali tahun pelajaran 2020/2021, yang mana anaknya baru masuk tahun ini dan dinilai masih berkaitan dengan PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru), karena pengutipan itu dilakukan rata-rata dalam setiap tahun pelajaran baru, didapat informasi sejak 2017.
Masih terkait uang yang diraup dari para orangtua siswa/wali murid itu, sesuai data yang diberikan Bastaria terkait rencana penggunaannya, ditemukan banyak diduga “penggelembungan” nilai, hingga belum layak dikeluarkan atau digunakan pada masa pandemi covid-19 ini, dimana aktivitas belajar-mengajar masih dilakukan secara daring atau siswa dari rumah.
Seperti ; 1. Persiapan Bantuan Olimpiade Sains dan Transpot Lomba ke luar daerah dengan nilai Rp20.000.000,-(20 juta rupiah, 6 bulan). 2. Bantuan Perayaan Hari Besar Nasional dan Keagamaan Rp 15.000.000,- (15 juta rupiah, 6 bulan). 3. Bantuan Biaya Koran dan Tamu Kepala Sekolah Rp.6.000.000,-(6 juta rupiah). 4. Pembiayaan Ekstra Kurikuler UKS, PIK R, Drum Band, Basket, Volley Ball Rp25.000.000,- (25 juta rupiah). 5. Bantuan Perjalanan Dinas, Makan Minum kepala sekolah Rp 12 Juta.
Dan masih banyak lagi usulan penggunaan uang jutaan rupiah dari setiap orangtua siswa/wali yang ekonominya terpuruk dimasa corona ini yang dinilai kurang pantas bila dimintai, seperti bantuan Monitoring PBM daring/ Transport dan motivasi kerja Wakasek sebesar Rp19.200.000,- yang bila ditotal seluruhnya sebesar Rp262 juta dengan jumlah siswa baru TP 2020/2021 sebanyak 360 orang, selain afirmasi 262 orang siswa.
Terkait daftar biaya itu, Bastaria yang kembali dikonfirmasi, Kamis (30/7/2020), mengatakan, “Makanya saya bikin 6 bulan itu, disitu ditulis Persiapan, artinya itu boleh dipakai, boleh enggak. Kalau nanti Januari sampai Juni corona sudah selesai, sekolah sudah buka kita pakai dananya,” katanya.
Ditanya apabila pandemi corona belum juga usai? Bastaria menjawab, “Nantikan ditahun berikutnya dihitungkan, enggak dipulangkan, untuk biaya koran sama juga,” katanya.
Soal perjalanan dinas? “ Kami kan kepala sekolah gak ada biaya dari BOS, ya.. perjalanan dinasnya ke propinsi (Dinas Pendidikan Sumut). Untuk lembur, terkadang ada kerjaan guru sampai lembur,” terangnya lagi.
Lalu biaya monitoring oleh Wakil Kepala Sekolah?, “Untuk grup belajar di WA, telegram, maka seluruh pekerja itu sampai wali kelas termasuk untuk motivasi kerjanya. Kalau orangtua memberikan, apa salahnya. Kalau satu dua orangtua yang gak terima, gak setuju dan orangtua itu mampu, berarti dia tidak mau mengikuti aturan umum, tarik aja anaknya itu kalau memang satu orang dia gitu sementara 300 orang setuju,” katanya sembari menambahkan ada sebesar Rp8,6 juta untuk membayar tunggakan SPP tahun pelajaran 2019/2020.
Bukan hanya Bastaria yang membenarkan adanya yang mereka sebut dengan kata “sumbangan” itu, salah seorang guru SMAN2 bernama Juliana yang ditugaskan Kepala Sekolah Bastaria Sinulingga untuk menerima foto bukti transfer uang dari para orangtua siswa/wali murid, kemarin mengatakan, “Sudah ada 10 orang siswa lah pak yang sudah transfer, yang belum nanti saya cek lah bukunya pak,” jelasnya.
Terkait ini, Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Lasro Marbun yang dikonfirmasi, Rabu (29/7/2020), mengatakan, “Kasih aja kesini suratnya biar kita periksa, lagi sama Datun Kejati saya, nanti aja satu jam lagi telepon ya,” kata Lasro. Namun dihubungi kembali Senin (3/8/2020), belum berhasil.
Diketahui, dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Undang-Undang lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri. Sehingga dalam persoalan ini meski dinilai melanggar PP No 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, penegak hukum seperti Satgas Saber Pungli dirasa bisa masuk melakukan penyelidikan, apakah ada potensi dugaan tindak pidana, supaya memberikan rasa lega kepada para orangtua/wali murid.
Soal Pungli
Pungli terkait dengan Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor/ Sebagaimana diubah dan ditambah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001), khususnya Pasal 12 huruf e.
Pasal itu berbunyi, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Ancaman pidana minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar, kata mantan Jaksa Agung Prasetyo. (TIM)