tobapos.co – Pemprov DKI Jakarta memiliki sejumlah skema dalam pengelolaan penataan Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara. Saat ini lokasi tersebut tengah ditata dan direncanakan akan rampung pada Desember 2021.
Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Permukiman DKI, Suharti mengatakan, skema yang dilakukan pengelolaan Kampung Susun Akuarium dengan skema Sertifikat Hak Milik (SHM), atau Hak Guna Bangunan (HGB) dan pengelolaan lahan.
Namum untuk proses menuju status tersebut, kata Suharti, banyak hambatan sebabnya karena lahan Kampung Akuarium itu merupakan aset milik Pemprov DKI.
“Keuntungannya kepastian bermukim, warga miliki aset. Ini jadi keinginan warga,” ujar Suharti di Jakarta, Jumat (16/10/2020).
Kemudian penggunaan skema Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan HGB juga mengalami persoalan karena pengurusan izin yang akan menyulitkan dengan memakan waktu yang lama.
“Mungkin ini yang harus kita urus agar tidak terlalu lama. Barangkali kalau ada regulasi bisa kita carikan perubahannya,” paparnya.
Pemprov DKI juga menawarkan skema kepemilikan bangunan namun dengan hak pakai. Skema ini berarti warga tidak akan bisa menjual aset rumah di Kampung Susun Akuarium. Dengan masa huni panjang mencapai 60 tahun.
“Meskipun banyak yang minta mau lebih lama. Warga miliki aset dalam bentuk masa tinggal yang lama 60 tahun,” ujarnya.
Untuk skema menggunakan Sertifikat Hak Pakai Bangunan (SHPB) memiliki hambatan karena belum diatur oleh pemerintah.
“Ini perlu jadi perhatian. Dan itu panjang kalau ada pengalihan aset. Ini praktik baru yang perlu kita dalami bersama memastikan semuanya secara legal bisa dilakukan,” tuturnya.
Suharti menambahkan, skema lainnya pilihan yang paling rasional diterapkan di Kampung Susun Akuarium dengan memberikan hak pakai saja kepada warga.
“Aset jelas masih milik pemerintah, kerja sama lebih cepat karena nanti sudah ada koperasi sebagai wakil masyarakat, status tanah masih milik Pemprov jadi tidak perlu ada pengalihan, tidak ada jual beli aset milik pemerintah. Ini kemungkinan akan lebih memudahkan,” ujarnya.
Menurut Suharti, skema ini mempunyai hambatan paling sedikit ketimbang skema lainnya karena hanya menggunakan kerja sama antara Pemprov DKI dengan koperasi yang nantinya merupakan perwakilan dari warga. Secara prinsip kepemilikan akan dikelola bersama antara pemerintah dan koperasi.
Nantinya koperasi warga memiliki tugas sebagai pengelola penghunian. Sehingga warga tidak dapat ditransaksikan dan diperjualbelikan.
“Koperasi warga menyewa aset tanah dan bangunan milik Pemprov DKI Jakarta dengan harga dibawah standar,” pungkasnya. (TP 2).