tobapos.co – Aksi walk out (WO) meninggalkan ruangan persidangan oknum jaksa Joice Sinaga dan Martha Sihombing bertugas di Kejaksaan Negeri Medan pada saat sidang di Pengadilan Negeri Medan beberapa waktu lalu berbuntut panjang.
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman SH, MH menilai aksi WO oknum jaksa itu menandakan tidak patuh pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, khususnya perintah pengadilan, dalam hal ini majelis hakim yang memimpin persidangan di Pengadilan Negeri Medan.
”Ini merupakan pelanggaran serius yang telah dilakukan oknum jaksa, yaitu tidak mentaati perintah pengadilan atau disebut Disobeying Court Orders,” ujar anggota Komisi III Habiburokhman SH, MH dalam percakapan Whatsapp dengan wartawan, Senin (8/6/2020).
Anggota Fraksi Partai Gerindra ini meminta agar kedua oknum jaksa tersebut diberi hukuman sesuai dengan ketentuan internal yang berlaku di institusi kejaksaan. Bahkan juga pimpinan satuan kerja kedua oknum jaksa tersebut harus dimintai pertanggungjawabannya.
”Rapat kerja di Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan Agung mendatang akan saya tanya langsung ke Pak Jaksa Agung ST Burhanuddin masalah ini,” tegas mantan aktivis 98 ini.
Menjawab usulan wartawan agar tidak berkepanjangan dengan adanya kesalahpahaman ini dan berakibat adanya gesekan maka harus meminta maaf kepada majelis hakim, pengacara Prabowo Subianto ini justru menegaskan permintaan maaf harus tapi tidak cukup seperti itu sanksinya. ”Tidak cukup meminta maaf. Harus dikenakan sanksi tegas dari institusi,” tutup Habiburokhman dalam wawancaranya melalui pesan Whatsapp saat itu.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Amir Yanto menegaskan, dalam tahap persidangan perkara pidana, jaksa wajib melaksanakan penetapan hakim.
Penegasan itu disampaikan Kajati ketika ditanya lewat pesan WhatsApp (WA), Senin (8/6/2020), seputar kasus oknum jaksa dari Kejari Medan berinisial JS yang tidak melaksanakan penetapan Majelis Hakim PN Medan menghadirkan terdakwa penipuan dan penggelapan secara teleconference (online). Malah melakukan aksi ‘walk out’ (WO) alias keluar dari arena persidangan.
”Maaf saya belum dapat laporan secara lengkap. Tetapi saya kira dalam tahap persidangan perkara pidana, JPU wajib melaksanakan penetapan hakim,” katanya.
Ketika dicecar tentang ada tidaknya sanksi kepada ‘anak buahnya’ karena terindikasi tidak menjalankan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAPid), Amir Yanto bernada diplomatis menimpali, harus dipastikan lebih dulu apa sebenarnya yang terjadi.
”Harus dipastikan lebih dulu apa memang benar JPU tidak mau melaksanakan penetapan. Atau memang dikarenakan keadaan tertentu tidak bisa melaksanakan (penetapan sidang online-red),” timpalnya.
Dilansir sebelumnya, Muara Karta selaku PH terdakwa dr Benny telah dua kali mengadukan oknum JPU dari Kejari Medan berinisial JS ke JAM Was Kejagung karena tidak kunjung melaksanakan perintah majelis hakim diketuai Tengku Oyong yang telah mengeluarkan penetapan agar persidangan dilanjutkan secara teleconference (online).
Oknum JPU bersama rekannya berinisial AS dinilai berpotensi membangkang produk hukum. Di antaranya Pasal 30 Ayat (1) Huruf b UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang mewajibkan penuntut umum untuk menjalankan penetapan hakim maupun Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2020 jo. SEMA No. 2 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). (MM/FEL)