DKI Tetap Ngotot, Nainggolan: Perda DCD Tidak Mendesak untuk Dicabut

Headline Pemerintahan

tobapos.co – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta menilai usulan pencabutan peraturan daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 1999 tentang Dana Cadangan Daerah (DCD) tidak mendesak untuk dilakukan.

Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan menjelaskan, dana cadangan sebesar Rp1,4 triliun tetap dapat digunakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk penanganan dan pemulihan atas dampak pandemi Covid-19, tanpa mencabut Perda.  

“Kalau Gubernur merasakan kesulitan alangkah baiknya dia berkirim surat saja sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam perda dana cadangan daerah ini,” ujar Nainggolan di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (15/09/2020).

Dalam jawabannya untuk menanggapi pandangan Fraksi dalam rapat paripurna, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan bahwa Perda tentang Dana Cadangan tak lagi relevan dengan pelaksanaan pembangunan untuk DKI Jakarta. 

Sementara dalam situasi saat ini, Pemprov DKI Jakarta sangat membutuhkan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 yang terjadi.

Baca Juga :   Dewan Minta BUMD Kerja Maksimal, Jaktour Tetap Untung di Tengah Pandemi

Nainggolan menyampaikan, pencairan dana cadangan tetap bisa dilakukan dengan mekanisme yang sah dalam beleid Perda Nomor 10 Tahun 1999 itu. 

Selain menyarankan untuk dibahas bersama, ia juga menyampaikan kesulitan yang dialami Gubernur juga dapat dikomunikasikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Hal senada juga disampaikan Anggota Bapemperda DPRD DKI Jakarta Judistira Hermawan. Menurutnya, aturan yang termaktub dalam Perda nomor tahun 1999 tentang Dana Cadangan Daerah telah memenuhi persyaratan yang kongkrit. 

Sehingga, ia menyarankan agar eksekutif tetap berpedoman kepada aturan-aturan yang sebelumnya disepakati bersama DPRD dalam tatanan pemerintah daerah.

“Walaupun kita berada di situasi pandemi Covid-19, ada hal-hal yang tetap prinsip harus kita jalankan secara bersama-sama. Untuk itu saya harap ada penjelasan, dan berpegang saja pada Perda 10 tahun 1999. Kita jalankan mekanisme perda ini ditetapkan melalui SK Gubernur dan kemudian didahului dengan pembahasan di DPRD DKI Jakarta,” ucap Judistira.

Baca Juga :   Hadirkan Teknologi Kesehatan, DKI Apresiasi Kehadiran RS Brawijaya

Selain itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Rasyidi HY mengusulkan kepada BPKD agar berkomunikasi secara intensif dengan DPRD selama masa penelitian pencabutan Perda nomor 10 tahun 1999 tentang dana cadangan daerah berlangsung. 

Menurutnya, Pemprov DKI sebaiknya tinggal menyempurnakan aturan-aturan tersebut dengan menyisipkan program-program penanganan Covid-19.

“Kalau misalnya perda (dana cadangan daerah) ini mau dicabut, tentu kita harus membentuk yang baru lagi, kalau bisa dilakukan suatu revisi saja, misalnya ada kekurangan-kekurangan misalnya harus ada program-program tertentu ya dibuat saja. Jadi kita tidak perlu mencabut raperda itu sekedar untuk mengambil uang (Rp1,4 triliun) itu,” sambung Rasyidi HY.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi DKI Jakarta Edi Sumantri tetap berkukuh bahwa pencabutan Perda Nomor 10 Tahun 1999 perlu dilakukan. 

Baca Juga :   Sediakan Hadiah Rp210 Juta, Bank DKI Apresiasi Finalis Abang None Jakarta 2023

Salah satu alasannya untuk menambah alokasi Biaya Tak Terduga (BTT) yang dikelola langsung Pemprov DKI terhitung sebesar Rp5 triliun.

“Jadi BTT kita Rp5 triliun dan sudah terpakai Rp2,4 triliun, dengan saldo sisa Rp2,6 triliun. Kami sudah berhitung, apabila pemberian sembako nanti sisanya akan ada peningkatan yang satu bulan mungkin akan bertambah dua kali, nanti di APBD Perubahan yang Rp5 triliun akan kami usulkan kembali untuk ditambah,” ujarnya.

Sebab, menurut Edi, jika Pemprov DKI masih terus berfokus menggunakan alokasi BTT sebesar Rp5 triliun maka  tidak akan sanggup mengakomodir program-program prioritas yang terus diupayakan pemerintah daerah. Meskipun, ada beberapa pos anggaran yang sejauh ini telah ditanggung Pemerintah Pusat.

“Karena yang namanya bantuan sosial, KJP (Kartu Jakarta Pintar) KJL (Kartu Jakarta Lansia) itu tidak dikurangi, kepentingan masyarakat tidak ada yang dikurangi,” tandas Edi. (TP 2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *