tobapos.co – Kasus Formula E membuka mata dan pikiran warga Jakarta tentang tata cara perpolitikan yang sedang berlangsung. Serta menyadarkan warga bahwa mafia bukan hanya dalam dunia bisnis dan hukum, tetapi telah merambah kepada sendi-sendi perpolitikan.
“Dalam kancah perpolitikan nasional, beberapa partai dari 7 fraksi DPRD DKI Jakarta yang menolak Hak Interplasi mendapat jatah menteri atau bergabung dalam koalisi. Penolakan fraksi DPRD DKI atas kasus Formula E dapat dikategorikan pembangkangan terhadap Ketua Umum Partai, terkecuali ada arahan langsung dari Ketua Umum Partai untuk menolak Hak Interplasi yang didorong oleh partai koalisi Pemerintah Pusat,” kata Tom Pasaribu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) kepada tobapos.co, Minggu (03/10/2021).
Dikatakan Pasaribu, bila hal ini terjadi antara kebijakan Ketua Umum Partai dan Ketua DPD maupun DPW berbeda betapa rapuhnya politik negeri ini. Pasalnya, terlalu besar ruang untuk disusupi para mafia politik. Sehingga menciptakan kegaduhan, baik lokal maupun nasional.
Pertanyaannya, buat apa DPP Partai bergabung dengan koalisi yang dibangun, kalau DPD maupun DPW menggerogoti atau bertentangan dengan Koalisi Nasional?.
“Bukankah ini yang menciptakan kegaduhan ditengah masyarakat?
Padahal Partai yang bergabung di koalisi Nasional mendapat jatah menteri. Tujuh partai penolak Interpelasi Formula E itu, mundur dong menterinya dari kabinet. Itu baru jantan,” paparnya.
“Yang sangat menarik, sebagian fraksi DPRD DKI Jakarta hanya mau melakukan hak bertanya saja, tapi sudah sangat ditakuti, dihilangkan saja dari UU Hak Interplasi kalau hanya sebagai pajangan doang,” ungkap Pasaribu.
Untuk itu, lanjut Pasaribu, Ketua Umum Partai yang bergabung dalam Koalisi Nasional tetapi DPD maupun DPW nya menolak Hak Interplasi kasus Formula E, sebaiknya mengundurkan diri serta menarik semua menterinya dari pemerintahan.
“Sebab menurut pemahaman dan analisa saya, sebagai Ketua Umum, saudara tidak dihormati. Atau anda sedang memainkan politik adu domba serta lempar batu sembunyi tangan,” tanya Pasaribu.
Hal ini, tandas Pasaribu, juga sangat bertentangan dengan Pancasila. Berikanlah pelajaran politik yang elegan dan positif bagi generasi penerus. Agar generasi penerus memiliki etika yang baik dan sehat dalam berpolitik. (TP 2)