tobapos.co– Facebook dan Google akhirnya berdamai dengan pemerintah Australia.
Sebelumnya, dua raksasa teknologi itu sempat menebar ancaman kepada pemerintah Australia kerena tidak setuju dengan rancangan Undang-Undang baru di negara itu. Keduanya diwajibkan membayar konten pada perusahaan media dan aturan ini dinilai merugikan.
Berikut kronologi seteru Facebook-Google dengan Australia
Harus bayar royalti
Perseteruan antara Australisa dengan Facebook dan Google dimulai pada akhir Juli 2020. Kala itu, pemerintah Australia mengumumkan rancangan UU yang mewajibkan raksasa teknologi seperti Google hingga Facebook membayar royalti kepada media atas berita yang ditayangkan di platform mereka
Pemerintah Australia berpendapat bahwa RUU itu akan menciptakan keadilan bagi media lokal. Selama ini, media lokal tidak mendapatkan uang atas berita mereka yang dimunculkan di Google atau Facebook.
Keberadaan RUU itu pun membuat Australia menjadi negara selanjutnya yang memaksa Google dan Facebook membayar konten berita. Sebelumnya, Prancis juga memaksa Google membayar penerbit berita untuk konten online yang diterbitkan di platformnya.
Google ancam angkat kaki
Mengetahui RUU itu, Google pun sempat menyatakan kecewa dan prihatin. Selama ini, mereka mengaku telah memberi kontribusi yang signifikan kepada media lokal untuk diakses oleh banyak orang.
“RUU itu mengurangi nilai yang sudah signifikan yang diberikan Google kepada penerbit berita, termasuk mengirim miliaran klik ke penerbit berita Australia secara gratis setiap tahun senilai US$218 juta,” kata Mel Silva, direktur pelaksana Google Australia dan Selandia Baru, dalam sebuah pernyataan, dilansir CNBC.
Google pun menyatakan regulasi itu mengirimkan pesan yang mengkhawatirkan kepada bisnis dan investor bahwa Pemerintah Australia akan campur tangan, alih-alih membiarkan pasar bekerja dan merongrong ambisi Australia untuk menjadi ekonomi digital terkemuka pada tahun 2030.
Beberapa bulan setelah meninjau itu, Google sempat menyatakan bahwa mereka akan menutup operasi mesin pencarinya dari Australia. Sebab, Google menilai RUU itu memberatkan perusahaannya.
Direktur pelaksana Google Australia dan Selandia Baru, Mel Silva, mengatakan kepada Senat tentang RUU tersebut tidak bisa dipertahankan oleh Google dan perusahaan siap keluar dari Australia.
“Jika ini menjadi undang-undang, itu tidak akan memberi kami pilihan selain menghentikan mesin pencarian Google dari Australia,” ujar Silva kepada para senator mengutip AP, Jumat (22/1).
Facebook berhenti tayangkan berita
Sementara Facebook tampak mengambil tindakan yang lebih konkret dalam rangka menolak RUU itu. Perusahaan milik Mark Zuckerbeg itu mengumumkan tidak lagi menyediakan konten berita di Australia yang berasal dari media lokal ataupun internasional.
Facebook menilai RUU itu semestinya tidak ada. Sebab, mereka meraka tidak mencuri konten berita dan penerbit memilih Facebook untuk membagikan berita mereka.
Namun, ancaman yang dilakukan Facebook dan Google terhadap pemerintah Australia terbilang singkat. Facebook misalnya, memutuskan untuk kembali menampilkan konten berita dari media yang ada di Australia.
Tidak ada alasan resmi yang disampaikan oleh Facebook terkait pencabutan kebijakan itu. Namun, perubahan keputusan Facebook ini terjadi setelah pemerintah Australia menyetujui beberapa perubahan soal aturan agar media sosial itu membayar media atas konten berita yang ditayangkan di Facebook.
Dalam pernyataan Facebook, disebutkan kalau pemerintah Australia telah menyetujui beberapa perubahan aturan itu agar perjanjian komersial dengan media massa disesuaikan dengan nilai yang diberikan Facebook secara relatif dengan nilai yang diterima Facebook dari media-media itu, seperti dikutip The Next Web.
“Kami senang dapat mencapai kesepakatan dengan pemerintah Australia dan menghargai diskusi konstruktif dengan Menteri Komunikasi Paul Fletcher selama beberapa minggu,” tulis Facebook.
Media bergolak
Serikat pekerja media, hiburan dan seni di Australia (MEAA) menyatakan pemasukan Google dan Facebook pada periode 2018-2019 dari iklan di Australia secara kolektif mencapai setidaknya sekitar AUD 5 miliar atau Rp55 triliun .
Padahal total pemasukan lima perusahaan media komersial di Australia jika dijumlahkan hanya mencapai AUD 4,6 miliar atau Rp51 triliun
Jika Rancangan Undang-Undang News Media Bargaining Code disahkan, perusahaan media di Australia dinilai bisa meningkatkan daya tawarnya kepada Google dan Facebook. Sebab, mereka berhak melakukan negosiasi untuk mendapatkan pembayaran atas konten berita yang mereka produksi dan muncul di Feed di Facebook atau hasil penelusuran Google Search.
Melansir Politico, Google dikabarkan akan membatalkan niatnya untuk menghentikan operasi mesin pencariannya di Australia setelah memutuskan bekerjasama dengan media terbesar Australia, News Corp milik Rupert Murdoch dan media besar lainnya di negara itu.
Melansir SMH, Google menyetujui kesepakatan lisensi tiga tahun yang nantinya akan membuat media Australia mendapat royalti atas konten berita yang terbit di Google Search. Misalnya, Google telah setuju untuk membayar Nine Entertainment Co lebih dari US$30 juta secara tunai setiap tahun untuk penggunaan konten beritanya selama lima tahun.
Kesepakatan untuk lima tahun itu terkait penggunaan artikel berita pada berbagai produk yang berbeda seperti Google News Showcase dan Subscribe with Google. Nine adalah pemilik The Sydney Morning Herald dan The Age.
(sumbercnn)