tobapos.co – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi bercerita soal dirinya menolak permintaan tokoh agama dari Mandailing Natal (Madina) untuk mengizinkan belajar tatap muka di sekolah saat pandemi Corona. Edy meminta ulama tak memaksa umara (pemerintah) terkait hal itu.
Cerita tersebut disampaikan Edy saat membuka rapat kerja terbatas (Rakertas), Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Sumatera Utara di Kantor BPDSDM Sumut, Jalan Ngalengko, Medan, Selasa (19/1/2021).
Edy awalnya bercerita tentang kedatangan tokoh agama dari Madina untuk salat subuh berjemaah di masjid bersama dirinya. Para tokoh agama itu, kata Edy, meminta agar sekolah tatap muka diizinkan di Madina.
“Saudara-saudara saya, mana orang Madina ini? Madina, saya tak ada urusan. Datang ustaz, datang ke tempat saya salat Subuh bersama di Masjid Gubernuran. Salat, selesai salat, ‘Pak Gub, saya kepingin ngomong. Ini tabayyun saya’. ‘Oh boleh’. Sekda-nya ikut di situ. Oh Sekda, ada apa ini saya pikir. ‘Pak Edy, atas permintaan rakyat Madina, tolong sekolah tatap muka dibuka’. Saya bilang ‘COVID-19’. Saya sampaikan di Madina saat ini seperti ini begana-begini,” ujar Edy.
Edy mengatakan ustaz tersebut terus meminta agar sekolah tatap muka diizinkan di Madina. Namun, Edy mengatakan dirinya belum mengizinkan sekolah tatap muka digelar saat ini dan harus menunggu kajian ulang pada Maret 2021.
“Tapi ini permintaan masyarakat. ‘Tidak saya izinkan Pak Ustaz. Nanti bulan Maret yang akan datang baru dikaji kembali’,” sebut Edy.
Dia mengatakan sekolah tatap muka belum diizinkan demi mencegah penyebaran virus Corona kepada para siswa dan guru. Dia mengaku tak akan melarang sekolah tatap muka jika pandemi Corona berakhir.
“Kalau tidak ada COVID-19, saya paling senang sekolah ini dibuka. Ini untuk antisipasi, saya bilang ayahanda-ibundanya saja paling susah itu pakai masker. Bagaimana anak-anaknya,” ujar Edy.
Dia kemudian memaparkan kasus positif Corona di Sumut yang telah menembus angka 19 ribu. Edy pun bercerita soal besarnya biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk perawatan pasien yang harus diisolasi di rumah sakit.
Singkat cerita, Edy tetap menolak permintaan ustaz tersebut soal sekolah tatap muka. Dia menyebut ustaz tersebut kemudian membuat cerita di media sosial.
“Akhirnya ada ulama laporan kepada medsos, lapor kepada media. Bapak bupati dan wali kota, dan perlu sampaikan kepada bapak bupati-wali kota semuanya. Kalau ada persoalan formal, tentang pendidikan bapak bupati lah yang menghadap gubernur. Jangan ajak tokoh agama suruh hadap gubernur. Nanti tak kena dia,” sebut Edy.
“Kecuali tokoh agamanya datang, suruh rukiyah gubernur. Gubernur ini juga perlu dirukiyah. Ini yang perlu kita luruskan,” ucapnya.
Edy mengatakan ada batasan antara peran ulama dan umara atau pemerintah. Dia meminta ulama tak memaksa pemerintah terkait sekolah tatap muka di tengah pandemi Corona.
“Saya umara, ulama berikan petunjuk kepada saya. Batasan ulama adalah memberikan fatwanya, hukumnya A, begini suratnya begini hukumya. Tinggal kamu laksanakan selaku umara, terserah kamu, urusan kamu sama Allah. Itu ulama,” ujar Edy.
“Jangan ulama memaksakan umara. Tetapi, umara pun jangan sok jago, tak cukup ilmunya umara itu. Yang jago adalah ulama,” sambung Edy.
Sebelumnya, kabar soal Edy memarahi ulama karena meminta sekolah dibuka viral. Ulama itu disebut meminta agar sekolah di Madina, Sumut, dibuka untuk belajar tatap muka.
Menurut informasi yang viral itu, ulama yang mengaku dimarahi Edy adalah Syekh Abdul Bais Nasution dan Ustaz Mahyuddin. Mereka disebut dimarahi Edy saat meminta sekolah dibuka untuk belajar tatap muka usai melakukan salat Subuh berjemaah di Masjid Agung Medan.
Gubsu Edy pun menjelaskan terkait hal itu. Dia mempertanyakan siapa yang memarahi kedua orang tersebut.(REP/detik.com)