tobapos.co – Sebanyak 10 perusahaan di Jakarta terpaksa ditutup karena melanggar protokol kesehatan Covid-19 pada masa PSBB ketat yang baru berlaku dua hari ini. Kluster Penyebaran Covid-19 di gedung Perkantoran menjadi fokus utama Pemprov DKI Jakarta dalam masa PSBB ketat ini.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan dua hari pasca berlakunya PSBB pada Senin 14 September, pihaknya sudah melakukan inspeksi mendadak (Sidak) terhadap 130 perusahaan.
Hasilnya, ada 10 yang ditutup karena melanggar protokol kesehatan Covid-19.
“Pada hari pertama PSBB kami tutup sembilan, hari kedua satu perusahaan. Jadi total 10 perusahaan pelanggar PSBB Ketat,” kata Andri Yansyah saat dihubungi, Rabu (16/09/2020).
Andri menjelaskan dari 10 perusahaan, sebanyak 6 perkantoran ditemukan karyawan terpapar Covid-19. Perusahan harus ditutup selama tiga hari untuk sterilisasi.
Sementara sisanya ditutup lantaran melanggar aturan PSBB yakni mempekerjakan pegawai dengan jumlah lebih 25 persen dari total karyawan yang ada.
Andri masih merahasiakan nama-nama perusahaan yang ditutup pihaknya. Namun yang jelas, perusahaan itu terdapat di semua wilayah Jakarta.
“Perusahaan ditutup karena Covid-19 itu 3 di Jakarta Barat, 2 di Jakarta Selatan; dan 1 di Jakarta Timur. Untuk perusahaan ditutup karena tak menerapan protokol pencegahan Covid-19 itu ada 2 di Jakarta Barat; dan 2 di Jakarta Pusat,” pungkasnya.
Pada PSBB kali ini, Pemprov DKI Jakarta mengizinkan seluruh perkantoran beroperasi dengan syarat melakukan pembatasan karyawan maksimal 25 persen dari jumlah karyawan yang ada.
Andri menjelaskan, untuk mengawasi seluruh perusahan, pihaknya sudah membentuk 25 tim yang dimana satu tim terdiri dari lima orang. Kemudian, untuk satu tim ditargetkan mengawasi tiga perusahaan setiap harinya.
Tim tersebut, kata Andri bisa melihat data laporan wajib dari para perusahaan yang diberikan saat permohonan izin untuk jumlah karyawan. Data ini sudah tersimpan di database Disnaker maupun Kementerian Tenaga Kerja dan sudah dirintis sejak 2018.
“Dari situ akan terukur berapa jumlah karyawan yang boleh bekerja dari kantor, sesuai dengan proporsi 25% dari total jumlah karyawan. Tinggal kita cocokan saja,” ungkapnya. (TP 2)