Tak Optimal Cegah Korupsi, Kinerja KPK DKI dan Inspektorat Dikritik

Headline Pemerintahan

tobapos.co – Inspektorat DKI Jakarta dinilai tidak menjalankan peran yang baik dalam melakukan pengawasan pengadaan barang. Sehingga terjadi kelebihan bayar pembelian alat pemadam kebakaran (damkar) yang capai Rp6,5 miliar.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (FITRA), Misbah Hasan ini pun menyoroti kinerja Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Harusnya APIP bisa mengawasi agar tidak ada anggaran yang dikeluarkan SKPD DKI melebihi harga kontrak.

“Mengindikasikan kinerja APIP tidak optimal,” ujar Sekjen FITRA, Misbah di Jakarta, Senin (19/04/2021).

Misbah beranggapan ada kasus lain di lingkungan Pemprov DKI terkait alibi kelebihan bayar selain pembelian alat damkar. Ini harus jadi perhatian Pemprov DKI dan menjadi bahan evaluasi.

Menurutnya, dengan mengeruaknya kasus ini, kinerja dari Komite Pencegahan Korupsi (KPK) DKI juga patut dipertanyakan. Sebab selama ini KPK DKI belum menampakkan kerjanya dalam mengatasi tindakan korupsi dan kejahatan uang rakyat ini masih terus terjadi.

“Selama ini, kejanggalan-kejanggal dalam proses penganggaran di DKI. Komite ini tidak juga tidak bersuara,” ujarnya.

Lebih lanjut, Misbah berpendapat setiap tahun Pemprov DKI wajib membuat standar harga barang sebagai acuan pengadaan barang/jasa. Sehingga kasus tersebut tidak terulang lagi dan menjadi kesempatan pejabat DKI.

Misbah melanjutkan, pengadaan barang semacam ini salah satu celah korupsi yang sering terjadi. Apalagi kalau kasus semacam ini luput dari pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Mengingat pemeriksaan BPK sifatnya uji petik. Jadi tidak semua transaksi keuangan diperiksa oleh BPK,” pungkasnya.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI mengendus adanya kelebihan pembayaran yang dilakukan Pemprov DKI dalam pembelian alat Damkar. Selisih uang lebih yang disetorkan Gubernur Anies mencapai Rp6,5 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2019, BPK melaporkan ada empat paket pengadaan yang pembayarannya melebih nilai uang yang seharusnya disetorkan.

Pertama, pembelian unit submersible yang memiliki harga riil Rp9 miliar dan nilai kontrak Rp9,7 miliar. Maka ada pembayaran lebih dengan selisih Rp761 juta.

Kemudian unit quick response dengan selisih harga Rp3,4 miliar. Sebab harga riil alat itu adalah Rp36,2 miliar dan nilai kontrak Rp39,6 miliar.

Lalu DKI membeli unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal dengan harga riil Rp7 miliar dan nilai kontrak Rp7,8 miliar. Selisih uang yang kelebihan pembayarannya sebesar Rp844 juta.

Terakhir pembelian unit pengurai material kebakaran, harga riil Rp32 miliar, nilai kontrak Rp33 miliar, selisihnya Rp1 miliar. (TP 2).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *