tobapos co – Penunjukan Hendra Dermawan sebagai Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) menuai sorotan tajam.
Sejumlah kalangan, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) berlatar belakang teknik sipil di lingkungan Dinas PUPR menilai Hendra Dermawan tidak layak menempati posisi strategis di instansi teknis tersebut. Bahkan, mereka menyatakan penunjukannya tidak semestinya dipaksakan menjadi pejabat definitif hanya karena memiliki kedekatan emosional atau hubungan keluarga dengan Gubernur Sumut, Bobby Nasution.
“Hendra bukan berasal dari latar belakang keahlian teknik sipil. Ini jelas menjadi persoalan serius bila tetap dipaksakan menjabat definitif,” ungkap salah seorang ASN yang enggan disebutkan namanya kepada wartawan, Senin (4/8/2025)
Ke khawatiran muncul bahwa ketidakpahaman terhadap aspek teknis pembangunan dapat membuka celah terhadap kesalahan prosedur atau bahkan potensi praktik korupsi di masa mendatang. Mengingat Dinas PUPR memiliki tanggung jawab besar dalam proyek-proyek infrastruktur yang membutuhkan kepemimpinan berintegritas dan kompeten secara teknis, maka penting bagi Pemprovsu mempertimbangkan kembali figur yang dipilih secara objektif dan profesional.
ASN tersebut juga menegaskan bahwa persoalan korupsi di Sumatera Utara kemungkinan besar tak akan pernah tuntas jika sistem perekrutan pejabat publik masih dilakukan tanpa mempertimbangkan kompetensi sesuai bidang tugasnya.
“Kalau sistemnya seperti ini terus mengangkat pejabat tanpa latar belakang ilmu teknik sipil untuk memimpin instansi teknis maka jangan harap pembangunan berjalan tepat sasaran. Bahkan, bukan tak mungkin, korupsi malah makin merajalela,” ujar sumber tersebut.
Ia menambahkan, kondisi ini diperparah bila ada oknum pimpinan yang justru memberi ‘jaminan’ kepada sosok-sosok tertentu untuk menduduki posisi strategis, bukan karena kapabilitas, tapi karena unsur kedekatan atau relasi personal.
“Kita tidak menuduh, tapi jika pejabat diangkat karena hubungan, bukan keahlian, itu bahaya. Ini membuka ruang praktik penyimpangan. Apalagi di dinas strategis seperti PUPR,” imbuhnya.
Sebelumnya dikutip dari media, ketua LSM Kalibrasi Anti Korupsi dan Hak Asasi Manusia, Antony Sinaga SH MHum, kepada wartawan di Medan, mendesak
Gubernur Sumut, Bobby Nasution, didesak membatalkan keputusannya. Penegasan itu tercetus, Kamis (3/7/2025).”Hendra kan masih pejabat eselon III di Kesbang Sumut, kenapa diberi kepercayaan menjadi Plt pejabat eselon II (Plt kadis PUPR Provinsi Sumut dan berlatar belakang IPDN lagi?,” ujarnya.
Dijelaskan Antony Sinaga, Hendra Dermawan Siregar terakhir menjabat sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Sumut, sebelum didemosi menjadi Sekretaris Badan Kesbangpol.
“Hendra Dermawan, tidaklah pernah berkiprah di jabatan yang mengelola pembangunan fisik. Sehingga dari track record itu, diragukan bisa memimpin di Dinas PUPR Sumut walaupun sebatas pelaksana tugas,” katanya.
Karenanya, Antony sangat menyayangkan penunjukan Hendra Dermawan. “Dinas PUPR ini dinas yang strategis untuk perwujudan pembangunan infrastruktur Sumut itu. Harusnya orang yang di sana bukan sembarangan, harus kompeten,” tambahnya.
Terlebih di situasi yang masih prihatin saat ini, yakni karena Topan Obaja Putra Ginting dari jabatan Kadis PUPR Sumut terjerat OTT dalam kasus suap proyek pembangunan jalan, perlu sosok yang selain kompeten, juga harus tegas dan berintegritas.
Karena itu, Antony juga meragukan kapasitas Hendra Dermawan. “Dinas PUPR Sumut harus memulihkan kepercayaan masyarakat. Lagi-lagi maaf, sosok Hendra tak tepat mewujudkan itu,” ujarnya.
Dorong Antony Sinaga juga mendorong Dinas PUPR Sumut untuk mengungkap dugaan-dugaan kejanggalan proyek di Dinas PUPR Sumut.
Sebab dari catatan LSM Kalibrasi, setidaknya ada tiga proyek pekerjaan senilai Rp 88,6 miliar, yang saat ini sedang dan akan berjalan di Dinas PUPR Sumut, yang dinilai tanpa mekanisme pengadaan barang dan jasa (tender) yang layak.
Adapun ketiga proyek tersebut:
Pembangunan Jembatan Aek Sipange, Tapanuli Selatan senilai Rp 22 miliar,
Pembangunan Jembatan Idayo Nayo, Nias Barat senilai Rp 47,5 miliar,
Peningkatan Struktur Jalan Ruas Aek Kota Batu–batas Tobasa senilai Rp 18,75 miliar.
Kemudian proyek-proyek yang sebelumnya telah ‘dikendalikan’ Topan Ginting, agar direview kembali. Antony mengatakan jangan sampai proyek-proyek fisik menjadi temuan KPK kembali.
“Buatkan tender terbuka, sehingga bebas untuk ditawar para pengguna jasa atau kontraktor. Jangan ada monopoli. Ingat bahwa monopoli proyek, tidak saja merusak prinsip persaingan usaha yang sehat, tetapi juga merugikan masyarakat karena dipastikan hasil pengerjaannya nantinya sangat jauh dari harapan,” tegas Antony.
Hendra Dermawan Siregar yang dikonfirmasi wartawan melalui panggilan dan pesan whatsapp sejak Senin (4/8/2025) hingga berita ini tidak merespon. (MM)