tobapos.co – Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus periksa pihak yang diduga menjadi aktor intelektual dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan nasional dan provinsi di Sumatera Utara yang menjerat mantan Kadis PUPR, Topan Obaja Putra Ginting (TOP).
Sutrisno, yang juga mantan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 menyebut KPK jangan hanya fokus memeriksa aparatur pelaksana dan pihak swasta, sementara figur yang diduga memberi perintah langsung kepada TOP justru tak tersentuh.
“Periksa itu Bobby Nasution yang diduga memberi perintah terhadap bawahannya Topan Ginting”, tegasnya
“TOP dijadikan tumbal. KPK membangun narasi seolah permintaan fee proyek adalah inisiatif TOP atau pihak swasta. Padahal ada pihak berkuasa yang diduga memberi perintah langsung. Orang ini tidak pernah dipanggil,” tegas Sutrisno, di Medan Jumat (15/8/2025).
Dia lagi mengatakan, dalam beberapa hari terakhir, KPK memeriksa puluhan saksi, di antaranya Letnan Dalimunthe mantan Sekda dan Pj. Wali Kota Padangsidimpuan serta Muhammad Jafar Sukhairi Nasution, mantan Bupati Mandailing Natal.
Kedua tokoh tersebut dikenal memiliki kedekatan politik dengan Gubernur Sumut Bobby Afif Nasution, menantu mantan Presiden Joko Widodo.
KPK juga telah memeriksa AKBP Yasir Ahmadi, perwira menengah Polri yang disebut sebagai teman dekat Bobby, serta sejumlah aparat penegak hukum dari Kejaksaan. Namun, Sutrisno menilai semua itu belum menyentuh inti masalah.
“Ini sudah jelas mengarah pada lingkaran dekat Bobby. Tapi KPK seperti takut. Padahal dalam OTT di Kolaka Timur dan PT Inhutani V, KPK berani menyasar pimpinan tertinggi lembaga. Kenapa di Sumut berhenti di Topan?,” ujarnya.
Selain itu, Sutrisno juga mempertanyakan keberadaan dua pucuk senjata api beserta amunisi yang ditemukan saat penggeledahan rumah TOP. Ia menegaskan bahwa KPK tidak punya kewenangan menilai legalitas kepemilikan senjata tersebut, dan Polri harus segera memberikan klarifikasi terbuka.
“UU Darurat No. 12 Tahun 1951 jelas mengatur sanksi kepemilikan ilegal senjata api, bahkan bisa hukuman mati. Polri harus mengungkap nomor registrasi, asal-usul, dan tujuan penggunaan senjata itu. Jangan diam,” tegasnya.
Dengan demikian, Sutrisno mendesak KPK, Polri, Gubernur Sumut, hingga Mendagri untuk memberikan penjelasan menyeluruh terkait alur perintah dalam kasus ini, status hukum senjata api, dan alasan pihak-pihak tertentu belum dipanggil.
“HUT ke-80 RI seharusnya menjadi momentum membersihkan praktik korupsi tanpa pandang bulu. Jangan sampai publik melihat KPK hanya berani pada kasus kecil, tapi takut pada kasus besar yang menyentuh lingkar kekuasaan,” tutup Sutrisno.(MM)