tobapos.co – Aksi ilegal pukat trawl di selat Malaka khususnya kawasan laut Belawan memiskinkan nelayan tradisional. Persoalan ini viral dan menjadi ajang pembicaraan warganet. Tugas aparat keamanan laut pun dipertanyakan?, Kamis (15/4/2021).
Gebrakan Mahasiswa dengan demo-nya di kantor Wali Kota Medan (5/4/2021), lalu, jadi bahan acuan turunnya Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution bersama Kadis Perikanan, Pertanian dan Peternakan Kota Medan Iksar Marbun, Selasa (13/4/2021) ke Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Belawan.
Saat di PPSB Belawan, Wali Kota Medan mendengar para nelayan yang mencerca para pengusaha pukat trawl yang terus mengganggu pekerjaan mereka di laut hingga berimbas pada sendi ekonomi kehidupan.
Seperti yang ditulis salah seorang warga di beranda akun Facebook Sulis, “Kok aneh pas turunnya Wali Kota di Belawan pukat trawl tiba tiba nggak nampak, padahal kemarin ratusan kapal yang ganas tersebut masih bersandar di dermaga”.
Bahkan dalam tulisan di dalam facebook aktifis nelayan tersebut mengatakan akan terus berjuang untuk memusnahkan dan membongkar jaringan mafia pukat trawl serta akan memenjarakan para pengusahanya sesuai dengan amanat UU No.45 Tahun 2009.
Masih terus beroperasinya alat penangkap ikan yang dilarang (trawl) di perairan Belawan membuat para nelayan tradisional tertindas dan bahkan memporak-porandakan perekonomian seluruh nelayan kecil sehingga terus menimbulkan kemiskinan.
Saat unjukrasa nelayan minggu kemarin, maraknya pukat trawl membuat para nelayan tradisional terdzolimi sehingga para nelayan skala kecil kecewa dikarenakan tidak adanya petugas melakukan tindakan tegas terhadap pengusaha bout yang menggunakan pukat trawl.
Keberadaan ini sangat menyusahkan nelayan tradisional bahkan nelayan nasibnya terus diguncang kemiskinan turun temurun dan di sisi lain kapal motor yang menggunakan pukat trawl dapat menghancurkan biota laut.
Sesalkan Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution

Terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Nelayan Kecil Modern Indonesia (ANKM-I) kepada tobapos melalui layanan whatsapp, Kamis (15/4/2021) Rahman Gafiqi SH sesalkan Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution tidak meninjau kapal pukat trawl yang diduga tidak memiliki izin saat beroperasi, ketika kunjungan kerja di Pelabuban Perikanan Gabion Belawan.
“Harusnya, Wali Kota Medan melihat keberadaan kapal pukat trawl yang selama ini banyak berpangkalan di Gabion Belawan,” jelas Rahman Gafiqi.
Rahman mengatakan, beberapa organisasi yang mengatasnamakan nelayan tidak berani memprotes keberadaan kapal pukat trawl meskipun sejumlah aliansi mahasiswa dan nelayan melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut yang meminta agar Polda Sumut memberantas mafia kapal pukat trawl yang ada di perairan Belawan dan Selat Malaka.
“Seharusnya Wali Kota Medan mengundang aktivis nelayan yang selama ini memprotes keberadaan kapal pukat trawl. Aktivis peduli nelayan akan menunjukkannya sehingga Wali Kota bisa mengetahui jenis kapal yang menggunakan alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah dan merusak ekosistem laut dan merugikan nelayan kecil dan nelayan tradisional,” jelas Rahman.
Lanjut Rahman, para nelayan berharap agar kapal pukat trawl, pukat baukeami dan tri lingkung selama ini merajalela menangkap ikan di zona nelayan kecil sehingga hasil tangkap nelayan tradisional sangat minim.
“Selain tangkapan nelayan tradisional minim, aktivitas kapal pukat trawl, baukeami dan pukat tri lingkung merusak ekosistem laut dan terumbu karang,” tegas Rahman.
Jadi, tambah Rahman, Wali Kota hanya menerima laporan sepihak saja tanpa mengetahui kondisi yang sebenarnya.
Rahman menyebutkan, aparat penegak hukum yang tergabung dalam Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sepertinya belum berani menangkap kapal pukat trawl kecuali hanya menangkap kapal nelayan asing yang mencuri ikan di perairan Selat Malaka.
Rahman menambahkan, para pemilik kapal pukat terlarang itu jelas telah melanggar Undang Undang no 45 tahun 2009 pasal 85 dan pasal 93 tentang perikanan; barang siapa memiliki, menguasai, mengunakan alat tangkap yang merusak ekosistem laut diancam dengan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp2 miliar sedangkan bagi pengusaha kapal yang memanipulasi izin alat tangkap diancam pidana 9 tahun penjara.
“Belum lagi disinyalir sejumlah kapal trawl berskala besar melanggar aturan adsminitratif seperti tidak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI), Surat izin usaha perikanan (SIUP), Surat laik Operasi (SLO) dan Surat persetujuan Berlayar (SPB) dari instansi terkait.(TT)