tobapos.co – Berbicara gonjang ganjing tanpa solusi mengatasi inflasi rupiah menjadi status stablitas adalah sistem nilai tukar yang digunakan pemerintah selama ini dan sistem pembayaran yang digunakan pemerintah selama ini dimulai sejak tahun 198O yang diduga dapat merugikan indonesia 38 tahun kedepan 2018 sekira ratusan triliun rupiah.
Kita telah mendengar kritikan dari berbagai pihak terhadap pemerintahan Jokowi, baik kritikan dari Partai politik, oposisi, Menteri keuangan, Menko perekonomian, Gubernur BI, semuanya kritikan pihak ini tak menjadi solusi untuk mengatasi inflasiblitas rupiah ini jadi status stablitas untuk peluang pembangunan lanjutan buat anak cucu kita kedepan.
Karena itu solusi yang kita tawarkan mengubah status inflasiblitas jadi status stablitas ruoiah itu kepada Jokowi adalah, tehnik sistem pembayaran itu belum maksimal berpihak terhadap kepentingan national indonesia. Misalkan dalam sistem pembayaran Eksport import yang menggunakan Letter of credit atau disebut LC. Salah satu contoh ilustrasi yang paling jelas dalam situasi dolar 14.800 sama dengan Rp 14.800 per satu dolar.
Misalkan Pertamina mengeksport minyak seharga 500 juta dolar. Pada praktik sekarang ini imfortir luar negeri hanya membayar langsung sebesar 500 juta dolar. Namun bila pemerintah mengeluarkan peraturan, bahwa pembayaran harus dilakukan dalam mata uang rupiah maka pada saat imfortir membeli minyak dari indonesia mereka harus membeli mata uang rupiah senilai 500 juta dolar untuk dibuka di bank mereka di luar negeri. Artinya pada saat yang sama, bahwa rupiah diminta senilai 500 juta dolar diluar negeri.
Pada saat pembayaran mereka harus membayar dalam rupiah uang rupiah itu masuk ke indonesia dan kita mendapatkan 500 juta dolar plus 500 juta dolar dikali 14.800 rupiah.
Jadi ringkasnya untuk menyelamatkan mata uang rupiah, lanjut Iwan menguraikan, pemerintah diminta dapat mengatur pembayaran eksport dan import harus menggunakan mata uang rupiah. Dan sistem LC telah dibuka oleh bank-bank luar negeri juga harus menggunakan atau dibuka dalam mata uang rupiah. Jadi beberapa keuntungan dari ilustrasi eksport minyak mentah adalah bahwa kita akan menerima tambahan penerimaan sebesar Rp 14.800 x 500 juta dolar sekaligus devisa akan masuk lebih cepat, karena saat pembukaan LC (Latter of Credit) oleh bank luar negeri devisa langsung masuk ke Indonesia. Berikutnya mata uang rupiah akan menguat. Hal ini disebabkan permintaan terhadap rupiah akan jadi tinggi oleh bank-bank luar negeri. Sehingga bank luar negeri harus memiliki cadangan rupiah yang cukup untuk nilai tukar ketika mereka melakukan kegiatan eksport-import dengan indonesia.
Maka otomatis cadangan devisa indonesia akan bertambah dalam jumlah yang sangat signifikan. Bank indonesia akan mendapat keuntungan atau penambahan penerimaan dari devisa fales sangat signifikan apabila peraturan pembayaran eksport dan import dilakukan dalam mata uang rupiah.
Untuk itu, kami masyarakat umum, ujar Iwan Siswo meramalkan dalam lima tahun kedepan minimal mata uang rupiah akan berada diposisi sepuluh ribu atau sembilan ribu tujuh ratus rupiah per satu dolar.
Mengamati praktek dan pengalaman yang dilakukan Bank Indonesia bahwa ketika LC dibuka ke luar negeri tidak dalam mata uang negara tersebut, makanya LC tersebut akan ditolak. Dan bank luar negeri mengisyaratkan LC dibuka dalam mata uang negara tersebut.
Hal ini dilakukan ber puluh-puluh tahun misalkan negara Inggris, perancis, jepang singapore, malaysia tiongkok, austria, Amerika Serikat dan negara lainnya.
Apabila mereka melakukan hal tersebut kepada kita, mengapa indonesia tidak melakukan yang sama terhadap mereka?.
“What is it problem?”, tanya Iwan.
Jadi sebenarnya Pemeri tahan indonesia tak perlu khawatir. Baik soal ambruknya rupiah
Soal praktik dagang. Karena pada jaman presiden Soekarno telah menerapkan praktik-praktik peraturan seperti itu sudah berlangsung. Namun entah kenapa, kita tidak tahu. Dan pada tahun 1980 an aturan tersebut dicabut.
Tentunya harapan kita sebagai masyarakat umum berharap kepada seluruh elemen bangsa, kepada kaum agamawan, kaum ulama, kepada ormas- ormas, DPR RI, Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Negara supaya jangan hanya mengkritik Pemerintah, tapi berikanlah satu solusi, satu jalan keluar yang jadi nilai kesejahteraan bagi kita semua.
Sekarang masalahnya hanya kepada “berdaulatkah rupiah?”, kami serahkan kepada Pemerintah Indonesia, tutup Iwan Siswo. (MM)